www.potretwarta.co.id - Jurnalistik hadir bukan hanya sekedar kegiatan sekelompok orang yang memiliki ketertarikan lebih dalam dunia pers atau persurat kabaran, bukan pula hanya sebuah profesi, tapi lebih dari itu jurnalis hadir menjadi salah satu hasil dari perjuangan manusia tentang kebebasan dalam berbicara dan berpendapat. Tak heran jika hingga saat ini pun jurnalis dan pers dianggap sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakan demokrasi dan menggiring opini masyarakat terhadap suatu permasalahan dan sebagai pembentuk sebuah pendapat umum.
Pekerjaan seorang jurnalis merupakan pekerjaan yang memerlukan dorongan atas nuraninya sendiri sebagai panggilan profesi, bukan semata-mata karena sebuah pekerjaan dari sebuah institusi, melainkan karena tuntutan jiwa yang telah menjadi pakaian dalam kehidupannya. Hal itu karena tanggung jawab moril nya kepada masyarakat memang benar-benar dipertaruhkan. Terlepas dari itu jika dilihat secara ekonomis tentunya dunia jurnalis ini dapat menghantarkan setiap personal yang terlibat kepada kehidupan yang lebih layak, sehingga tak heran jika pekerjaan ini justru membawa para jurnalis untuk hidup sebagai anggota masyarakat yang diperhitungkan.
Namun seiring dengan berjalan nya waktu, tuntutan seorang jurnalis bukan hanya sekedar mencari sebuah berita, akan tetapi jurnalis kini terjerembab dalam permasalahan yang lebih besar seperti persaingan pengaruh dalam menarik perhatian masyarakat. Tak hanya itu, kini para jurnalis profesional juga dihadapkan dengan permasalahan mengenai perubahan yang diakibatkan dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu cepat dan bebas.
Banyak dari badan penerbitan media massa khususnya media cetak konvensional merasa tergeser kehadirannya dengan media online yang dirasa lebih murah dan cepat, sehingga pangsa pasar media cetak kini menjadi lebih sempit. Dari semua perubahan yang terjadi, para jurnalis justru dalam posisi yang membingungkan. Sehingga dengan ketatnya persaingan dalam menarik perhatian masyarakat ini lah maka tak jarang para jurnalis melanggar aturan kode etik yang mengakibatkan kemerosotan akan kepercayaan masyarakat.
Dari permasalahan tersebut munculah para jurnalis warga(Citizen Journalism) yang beroprasi dengan menggunakan situs web yang mampu menyajikan sesuatu yang lebih cepat dan menarik perhatian masyarakat. Jurnalis warga ini hadir sebagai bentuk kekecewaan publik atas jurnalisme. Konten yang dimuat dalam website tak jarang menampilkan kritik media dan menciptakan berita-berita yang bergerak ke arah sensasi, fenomenal dan opini. Jauh dari kata wartawan profesional yang terikat dengan aturan instansi dan kode etik justru jurnalis warga ini lebih bebas dan tidak terikat pada organisasi tertentu.
Jurnalis warga pun turut menjadi faktor dalam perubahan akan kecenderungan masyarakat dalam memilih tontonan dan bacaan, sehingga hal ini pun berpengaruh terhadap kualitas arah tayangan media. Di satu sisi mereka membuat sesuatu yang sensasional agar berita tersebut merangkak naik ke media nasional, sedangkan di satu sisi yang lain mereka pun berlomba-lomba menayangkan konten yang sedang hype di tengah masyarakat.
Dengan lahirnya kekuatan media online membuat semua orang bisa menjadi jurnalis, siapa pun dapat menulis dan memberikan sebuah informasi dengan mudah. Namun dengan segala kemudahan ini masyarakat tidak serta merta dapat menulis hanya dengan berdasarkan subjektivitas atau berdasarkan kehendak sendiri, karena bagaimana pun kode etik jurnalistik online mulai muncul dan berkembang. Sehingga pada intinya, jurnalisme ini bukan hanya sekedar kebebasan semata, akan tetapi tetap pada tanggung jawab terhadap objektivitas serta kejujuran oleh para pembuatya.
Perlu diingat kembali bahwa setiap produk jurnalistik memang memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, tak jarang bahkan komunikasi sosial ini malah berujung pada perdebatan bahkan konflik hanya karena pesan-pesan sepele yang dianggap tidak tepat. Oleh karena itu kualitas media entah itu online maupun konvensional memang turut berpengaruh pada kualitas masyarakat itu sendiri.
Tanggung jawab moril ini lah yang saat ini ditanggung oleh para jurnalis, jurnalis profesional jangan tergiur dengan amplop dan jurnalis online jangan sibuk soal ratting. Suap bukan budaya, hoax bukan sebuah pilihan. Tingkatkan naluri wartawan serta ciptakanlah tulisan yang benar dan relevan, masyarakat butuh penyegaran kembali atas arah media yang carut marut.
Sumber Referensi :
Saeful, Asep. 2016. Pengantar Ilmu Jurnalistik. Bandung: Sambiosa Rekatama Media.
Iswara, Luwi. 2011. Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas Media Nusantara.