Bupati Lumajang Thoriqul Haq saat meninjau pelaksanaan vaksinasi PMK. |
Lumajang – Terkait dengan rendahnya angka vaksinasi PMK di Kabupaten Lumajang, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang menyebutkan, bahwa ada penolakan dari peternak terhadap pelaksanaan penyuntikan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK). Bahkan, Lumajang menjadi daerah dengan tingkat vaksinasi terendah di Jawa Timur.
Hairil Diani Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang mengatakan, penolakan masyarakat dikarenakan adanya efek samping terhadap hewan ternak setelah penyuntikan vaksin.
Efek samping tersebut, adalah hewan ternak yang telah divaksin akan mengalami demam hingga penurunan produksi susu.
"Kendalanya ada penolakan dari peternak karena efek setelah di vaksin terjadi demam dan penurunan produksi susu, hal yang ini menyebabkan daya terima masyarakat terhadap vaksin ini rendah", ungkap Hairil kepada awak media, Rabu (20/7/2022).
Selain itu, menurut Hairil, beberapa peternak yang sapinya belum terpapar PMK cenderung protektif dengan melarang orang lain masuk ke kandang.
"Ada beberapa peternak yang belum terpapar itu protektif artinya mencegah orang masuk ke kandang termasuk petugas kami", tambahnya.
Akibat dari penolakan dari peternak, sebanyak 8.000 dosis vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) ditarik lagi oleh Pemprov Jawa Timur. Penarikan diduga disebabkan lantaran lambatnya realisasi vaksin di Kabupaten Lumajang.
Sebelumnya, diketahui Kabupaten Lumajang menerima 10.000 dosis vaksin PMK pada vaksinasi tahap pertama. Namun, sejak dimulainya vaksinasi pada 27 Juni 2022 hingga sekarang, kurang dari 2.000 sapi yang sudah disuntik.
Capaian tersebut menjadi patokan pemerintah pusat dalam melakukan distribusi vaksin tahap berikutnya. Sehingga pada tahap kedua, Kabupaten Lumajang dipastikan mendapat jatah kurang dari 2.000 dosis. Padahal, jumlah populasi hewan ternak di Lumajang yang belum terpapar PMK ada 301.888 ekor.
Adapun alasan penarikan vaksin karena harus menyelesaikan tahap pertama. Sedangkan vaksin tidak boleh terlalu lama mengendap.
"Dari 10.000 ditarik 8.000 sisa 2.000 ini yang harus diselesaikan untuk tahap satu dan tidak boleh mengendap lama, dan untuk tahap kedua nanti akan sama dengan capaian yang berhasil terealisasi pada tahap pertama", imbuhnya.
Minimnya capaian vaksinasi PMK tahap pertama akan menjadi evaluasi tersendiri bagi Pemkab Lumajang untuk menggenjot vaksinasi tahap berikutnya.
Sebab, jika terlalu lama tidak mendapatkan vaksin, dikhawatirkan ratusan ribu ternak lainnya di Lumajang akan terpapar. Sedangkan, petugas kesehatan hewan, dalam memberikan vaksin, masih harus menunggu selama enam bulan setelah sapi yang terpapar PMK dinyatakan sembuh.
Hairil menegaskan, pihaknya akan lebih memaksimalkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk meneruskan pelaksanaan vaksinasi tahap kedua nanti.
"Akan lebih koordinatif lagi ya dengan semua elemen terkait termasuk TNI-Polri dan ini akan kami optimalkan lagi untuk bisa memudahkan pekerjaan vaksinasi di lapangan", terangnya.
Hairil berharap, para peternak lebih terbuka kepada para petugas. Sebab, petugas kesehatan hewan tentu sudah steril sebelum memasuki kandang dan dipastikan aman dari virus PMK.
Dia berharap, capaian vaksinasi di Lumajang bisa terus digenjot agar pemerintah bisa meminta dosis tambahan setelah kuota yang disediakan habis.
"Petugas kami tentu sudah steril jadi masyarakat tidak perlu ragu, kemarin Desa Mojo sudah 100, Desa Pronojiwo 100, Desa Sombo 250, harapannya bisa segera merata", ungkap Hairil Diani.
Sementara di lain pihak, Rohman peternak sapi asal Senduro saat ditemui jurnalis PotretMedia, Kamis (21-07-2022), menyatakan bahwa dirinya enggan jika ternaknya disuntik vaksin, karena beredar kabar bahwa setelah di vaksin ternak mengalami demam hingga penurunan produksi susu.
Saya tidak mau kalau sapi saya di suntik vaksin, karena setelah di vaksin terjadi demam dan juga penurunan produksi susu”, tandasnya. (Her)