Lokasi tebang habis di petak 14H desa Burno Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang |
Lumajang – Penebangan hutan yang dilakukan secara bertubi-tubi beberapa tahun terakhir itu membuat masyarakat yang bermukim di sekitar hutan menjadi khawatir. Dan jika melihat kondisi di lapangan, penebangan hutan di Desa Burno tepatnya tepi jalan menuju Ranu Pane tersebut dilakukan secara masif oleh Perhutani yang ditengarai mengabaikan fungsi ekologi.
Saat ini, meski di tengah musim penghujan Perhutani terus melakukan penebangan hutan damar di petak 14H Desa Burno Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Kepada awak media Gatot Kuswinaryono selaku Asper/KBKPH Perhutani Senduro menyampaikan, jika proses penebangan Hutan Damar sudah berjalan delapan puluh persen dari target 12,5 hektar yang akan ditebang habis.
Saat ditanya apakah tidak ada kekhawatiran dampak ekologi yang ditimbulkan nantinya dari penerbangan tersebut seperti yang dikhawatirkan masyarakat di tengah banyaknya peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Lumajang akhir-akhir ini.
Pihaknya berdalih, bahwa penebangan yang dilakukan sudah mendapat surat dari kementerian dan harus dilakukan penebangan, karena sudah memasuki masa daur. Justru kata Gatot, jika tidak segera dilakukan penebangan sangat membahayakan.
"Penebangan ini sudah ada ketentuannya dan memang sudah saatnya ditebang. Kalau sudah masa daur tidak segera dilakukan peremajaan. Contohnya kemarin itu ada pohon sisa tahun kemarin yang belum dipotong roboh, patah, karena pohonnya sudah melebihi daur. Sudah lebih empat puluh tahun, sudah berumur lima puluh tahun", terang Gatot.
Terkait reboisasi yang dilakukan Perhutani dan tidak pernah berhasil, Gatot malah memberi contoh di lokasi lain, jika di daerah Sarikemuning (Hutan Jati, red) yang dulunya tidak diperbolehkan untuk ditebang oleh masyarakat. Begitu ada kejadian pohon roboh menimpa kendaraan sampai ada korban jiwa. Kata dia, akhirnya masyarakat meminta untuk ditebang.
"Di Sarikemuning dulu mau ditebang juga tidak boleh oleh masyarakat, tapi setelah ada kejadian pohon roboh masyarakat minta dilakukan penerbangan. Begitu ditebang langsung ditanami kembali, nyatanya Sarikemuning sudah bagus kembali. Itu contohnya, padahal hutan jati, yang dilakukan penebangan 2010 lalu kalau tidak salah", ujarnya. Sambil menegaskan jika Perhutani baru melakukan penebangan dua tahun belakangan ini.
Dilain pihak, kegiatan penebangan hutan yang dilakukan Perhutani tersebut memantik kekhawatiran bagi masyarakat Desa Burno karena banyaknya peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di musim penghujan akhir-akhir ini di Kabupaten Lumajang.
Tokoh masyarakat Desa Burno Edi Santoso meminta agar Perhutani tidak melakukan penerbangan secara terus menerus. Karena tidak menutup kemungkinan nantinya di burno bisa terjadi banjir dan longsor seperti yang banyak terjadi sekarang ini.
"Itu menjadi kekhawatiran masyarakat Burno dengan adanya penerbangan yang terus menerus yang dilakukan Perhutani. Sebelumnya, mereka sudah menebang 12 hektar, ada 3 hektar, ada 2,5 hektar dan kini 12,5 hektar yang ditebang oleh Perhutani di kawasan hutan desa kami", terang Edi Santoso yang pernah memimpin Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wono Lestari Desa Burno.
Menurutnya, permasalahannya tanaman yang ditanam pasca penerbangan sebelumnya sampai saat ini masih memerlukan perhatian ekstra agar dapat tumbuh baik, sehat dan aman sebagai tanaman hutan. "Tanaman muda yang ada pasca tebangan-tebangan sebelumnya belum jadi, tapi Perhutani masih saja melakukan penerbangan terus-menerus", kata Edi.
Terkait kegiatan tebangan di kawasan hutan negara di desa Burno tersebut juga mendapat perhatian serius dari Deddy Hermansjah Ketua LSM Raja Giri Lumajang, “Kalau Perhutani ngeyel begitu, Ia pasti akan menggunakan alasan pembenar, yaitu tanaman tersebut telah memasuki masa daur dan sudah masuk dalam dokumen rencana pengelolaan pelestarian hutan (RPKH), alasan klasik dan usang itu yang selalu saja dijadikan dasar pembenar untuk melegalkan tebangan”, ujarnya, (Jumat, 25-11-2022).
“Padahal dari berbagai referensi yang ada, sebagai makhluk hidup, tanaman jenis Damar (Agathis Dammara) yang ditebang di Burno tersebut merupakan salah satu jenis pohon berusia panjang, bisa lebih dari seratus tahun dan keberadaannya sangat berperan penting sebagai penguat sumber mata air dan penyerap karbon dalam jangka panjang”, urainya.
Karena peran pentingnya itu, tanaman ini menjadi tanaman yang tepat untuk menjaga keseimbangan ekologi setempat.
Deddy juga menambahkan, meskipun masih belum termasuk tanaman langka, namun pohon Damar (Agathis Dammara) di habitat aslinya telah mengalami penurunan populasi hingga 30% dalam 75 tahun terakhir. Oleh karena itu Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN Red List) memasukkannya dalam spesies dengan status Vulnerable (Rentan).
“Mereka (Perhutani KPH Probolinggo, red) mana pernah peduli dengan saran serta masukan bijak dari masyarakat tentang kepentingan ekologi untuk kebutuhan masa depan. Dengan berbagai dalih, kalau masih ada pohon yang berdiri dan bernilai ekonomi, perusahaan milik negara ini akan terus menebang, yang penting kan menghasilkan duit”, ungkapnya.
“Nampaknya kita semua perlu meresapi makna pesan dari aktivis lingkungan Eric Weiner kepada masyarakat dunia: ketika pohon terakhir ditebang, ketika sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang”, pungkas Deddy. (Her)