Kuasa hukum Madin dan wali murid Cak Soleh saat sampaikan apa yang saat ini di rasakan warga Babatan terkait si gugat di PN Bangil |
Pasuruan – Upaya mediasi yang digelar di Aula Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jumat (7/2/2025), untuk menyelesaikan sengketa antara Yayasan Irsyadul Mubtadi’in dan Madrasah Diniyah (Madin), berujung tanpa kesepakatan. Hal ini lantaran pihak Yayasan Irsyadul Mubtadi’in tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
Camat Purwosari, Munif Triatmoko, menyampaikan bahwa tujuan utama dari mediasi ini adalah mencari solusi damai atas konflik yang telah berlarut-larut. Namun, absennya pihak yayasan membuat pembahasan tidak dapat dilanjutkan.
"Ada informasi bahwa pihak Yayasan tidak hadir dengan alasan bahwa kasus ini sudah ditangani oleh pengadilan, sehingga lebih baik diselesaikan di ranah hukum," ujar Munif.
Sengketa ini bermula dari pelaporan dan gugatan yang diajukan Yayasan Irsyadul Mubtadi’in terhadap 20 warga Dusun Babatan, Desa Bakalan, Kecamatan Purwosari. Kasus tersebut saat ini telah bergulir di Polres Pasuruan serta Pengadilan Negeri (PN) Bangil.
Ketidakhadiran pihak Yayasan menuai kekecewaan dari pihak Madin dan para wali santri. Menurut mereka, ini bukan kali pertama pihak Yayasan menghindari proses mediasi, baik di tingkat desa maupun kecamatan.
"Karena pelaporan dan gugatan ini, warga Dusun Babatan menjadi gaduh dan mengalami tekanan psikologis. Banyak yang stres akibat konflik ini," keluh seorang warga.
Kuasa hukum Madin dan wali santri, Cak Ahmad Soleh, SH., MH., juga menyayangkan langkah hukum yang diambil oleh Yayasan. Menurutnya, gugatan yang diajukan tidak memenuhi unsur yang kuat, namun tetap membuat warga resah, terutama dengan nilai gugatan sebesar Rp1,94 miliar.
"Gugatan ini menyebabkan perpecahan dalam keluarga. Yang dilaporkan ada yang masih saudara, ada keponakan, ada paman. Ini sangat miris," tegas Ahmad Soleh.
Ia juga mempertanyakan legalitas pembentukan Yayasan, yang diklaim atas nama masyarakat, tetapi pada kenyataannya justru menimbulkan keresahan di tengah warga.
"Dulu katanya Yayasan dibentuk atas nama masyarakat, sekarang pertanyaannya, masyarakat yang mana? Apalagi kalau benar Yayasan ini dilantik oleh Pemerintah Desa, aturan yang mana yang membolehkan Pemerintah Desa melantik Yayasan?" lanjutnya.
Salah satu perwakilan wali santri, Mashul, menyampaikan tuntutan utama mereka, yakni agar Yayasan mengembalikan uang yang telah diterima selama satu tahun kepada pihak Madin.
"Saya berharap Pemerintah Desa bisa bersikap bijak dan netral. Kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan kelompok tertentu. Saya tidak akan berhenti memperjuangkan hak-hak masyarakat sampai kasus ini selesai dengan baik," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Bakalan, Ahmad Abdulloh, menegaskan bahwa pembangunan TK di atas tanah GG tidak melalui Musyawarah Desa (Musdes).
"Saya pastikan bahwa pembangunan TK di tanah GG tidak berdasarkan Musdes. Kami dari Pemerintah Desa akan berusaha semaksimal mungkin agar permasalahan di Dusun Babatan bisa terselesaikan dan situasi kembali kondusif," ujarnya.
Mediasi ini turut dihadiri oleh unsur Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca) Purwosari, pengurus Madin, kuasa hukum Madin, tokoh masyarakat, serta para wali santri.
Meskipun upaya damai kembali menemui jalan buntu, pihak kecamatan dan desa berjanji akan terus mencari solusi terbaik demi mengakhiri konflik yang terjadi di Dusun Babatan. (Son)